Ceritanya saya lagi galau, pengen kerja tapi ga pengen ninggalin anak juga, ah hidup memang sebuah pilihan.
Awal pernikahan saya dan suami sepakat untuk sama-sama bekerja, saya tipe wanita yang senang memiliki kegiatan, tapi setelah kegiatan selsai saya senang berdiam diri di rumah. Jadi gimana ya? ya intinya saya sebenarnya mudah jenuh kalau terus2an di rumah. Namun, ternyata takdir berkata lain saellaaaah saya langsung hamil!!!! kaget ala sinetron jadilah selama hamil itu saya berdiam diri di rumah, rasanya? ya bosan, rindu pakai seragam, menyapa pasien, berjalan di koridor rumah sakit, tapi mau keluar juga saya ga hafal jalan, mana bawaannya pas lagi hamil itu males mau bikin ini itu (padahal saya suka bikin prakarya). blas deh sampai Zhafran lahir, akhirnya saya ikut CPNS, lulus administrasi dan akan ikut ujian minggu nanti (tapi saya belum maksimal belajar karena galau ini).
Suami saya sempat bertanya, apa saya masih semangat untuk bekerja? saya bingung, saya ingin bekerja tapi ga tega ninggalin Zhafran yang masih kecil (tuh kan saya mulai merembes2 nih di mata). Akhirnya saya membuat beberapa perbandingan:
Bekerja:
(+)
- baik untuk aktualisasi diri saya
- membaktikan ilmu yang saya punya
- orang tua menyekolahkan saya untuk dapat pekerjaan yang layak (walau tak mutlak untuk ini)
- saya bisa lebih mandiri
- finansial keluarga akan lebih menguat insya 4w1
(-)
- waktu dengan keluarga akan berkurang
- masa2 tumbuh kembang Zhafran tak bisa saya ikuti sepenuhnya (ini yang bikin sedih dan patah hati)
Tidak Bekerja:
(+)
- Waktu untuk keluarga lebih banyak
- saya bisa menekuni hobi2 saya yang siapa tau bisa menghasilkan juga
- semua hal yang saya takutkan untuk ninggalin zhafran bukan lagi jadi masalah
(-)
- saya mudah bosan
- mudah suudzon, karena pengaruh tetangga disini lumayan besar
sebenernya klo diliat dari perbandingannya emang lebih condong ke bekerja ya, cuma hati memang ga bisa dibohongi Zhafran yang saya pikirkan.
ah, meski untuk menjadi ibu pekerja ataupun jadi ibu rumah tangga tetap sama2 harus berpendidikan tinggi, meski saya pun belum bisa sepenuhnya jadi irt yang baik, dan saya pun tak bisa menjanjikan apa2 jika saya bekerja nanti, tetap saja semua ini bikin galaaaaauuu..
hehehhe no comment, git, kalau masalah ini memang paling sensitif. ga bisa kita minta pendapat orang lain kecuali suami. semua pilihan ada resiko dan keunggulannya masing-masing. kalau baca di postingan kamu ini sih ya lbh banyak keunggulan yg didapat dari bekerja ya. tapi kan lain soal kalo postingannya aku yang buat. ya, kan? hehe.. diistikhorohin aja, mana yg condong ya itu insyaAlloh jawaban dari Alloh. ga ada ruginya jg sekolah tinggi2 "cuma" untuk ngasuh anak. karena ngasuh anak itu perlu ilmu. ^_^
BalasHapusiya banget mba, klo kata si mas sih liat hasil cpns klo masuk ya kerja klo g y gpp d rumah aja, emg sekolah tinggi tujuannya untuk ngembangin keluarga, tp kdg ga enak sama mamah papap klo udah ditanya mau kerja apa ngga (hehehhe).. klo urusan lebih banyak point positif di bekerja, krn saat ini aku d rumah, klo lg kerja mungkin yg banyak positifnya jadi irt hahahha
BalasHapusbtw no comment tp panjang juga mbak hahahhaha
kerja atau ngga kerja sbenernya sama aja kok mak,,tergantung kita gmana menjalaninya,,membagi waktu,,dn yg penting komunikasi dg suami,,dg anak,,kalo aku alhamdulillah ibu bekerja mak,,ibu rumah tangga jg,,
BalasHapusKalau saya memutuskan sementara fokus sama baby dulu Mbak. Faktor merantau ikut suami tugas di pulau lain juga membuat saya pikir-pikir kalau harus meninggalkan anak dengan pengasuh, di tempat yang budayanya jauh berbeda pula. Sementara di rumah memang harus cari tambahan kesibukan (misalnya ngeblog he he). Kalau 'hanya' ngurus keluarga dan rumah honestly memang ada rasa jenuh dan jadi lebih sensitif he he
BalasHapus